Pertanyaan:
Afwan izin bertanya ustadz. Apa perbedaan kalau kita ikut wakaf mushaf al-Qur’an di Madinah dengan wakaf di masjid biasa atau pondok-pondok biasa di tempat terdekat kita Ustadz? Adakah pahalanya berbeda?
Dan jika ada yang menasehati, kenapa wakaf di Madinah, sedangkan disana tempat pembuatan al-Qur’an itu sendiri, dan sudah banyak yg wakaf. Kenapa tidak diwakafkan saja ke masjid-masjid terdekat yang masih kekurangan mushaf. Jazakallahu khairan Ustadz.
(Cahyana Sari Rita)
Jawaban:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash shalatu wassalamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.
Pertama, menyumbangkan mushaf untuk masjid ini termasuk wakaf. Dan wakaf adalah sedekah yang terus mengalirkan pahala selama harta yang diwakafkan terus dimanfaatkan oleh kaum Muslimin. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alahi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Ketika seorang insan mati, terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya” (HR. Muslim no. 1631).
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan:
الصدقة الجارية هي الوقف
“Sedekah jariyah itu adalah wakaf” (Syarah Shahih Muslim, 11/85).
Kedua, mewakafkan mushaf al-Qur’an untuk masjid adalah salah satu bentuk wakaf yang paling utama. Terdapat beberapa hadits yang menyebutkan keutamaan mewakafkan mushaf al-Qur’an. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alahi wa sallam bersabda:
إن مما يَلحَق المؤمنَ من عمله وحسناته بعد موته علمًا علَّمه ونشره، وولدًا صالحًا تركه، ومصحفًا ورَّثه، أو مسجدًا بناه، أو بيتًا لابن السبيل بناه، أو نهرًا أجراه، أو صدقةً أخرجها مِن مالِه في صحته وحياته، يَلحَقه
“Yang bisa menambahkan amal dan kebaikan seseorang setelah matinya adalah: ilmu yang bermanfaat yang ia ajarkan dan ia sebarkan, anak shalih yang hidup sepeninggalnya, mushaf al-Qur’an yang ia wariskan, atau masjid yang ia bangun, atau rumah singgah untuk ibnu sabil yang ia bangun, atau saluran air yang ia alirkan, atau sedekah yang ia keluarkan dari hartanya ketika ia sehat dan hidup. Itu semua jadi tambahan baginya” (HR. Ibnu Majah no. 242, dihasankan oleh Al-Mundziri dalam At-Targhib Wat Tarhib, 1/58, juga dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib Wat Tarhib, 1/17).
Juga hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alahi wa sallam bersabda:
سبعٌ يجري للعبدِ أجرُهن من بعد موته، وهو في قبره: مَن علم علمًا، أو كرى نهرًا، أو حفر بئرًا، أو غرس نخلًا، أو بنى مسجدًا، أو ورَّث مصحفًا، أو ترك ولدًا يستغفرُ له بعد موته
“Ada tujuh orang yang pahalanya tetap mengalir baginya setelah ia mati dan sudah berada di dalam kubur: (1) orang yang mengajarkan ilmu, (2) yang mengalirkan saluran air, (3) yang menggalikan sumur, (4) yang menanam kurma, (5) yang membangun masjid, (6) yang mewariskan mushaf al-Qur’an, (7) yang meninggalkan seorang anak shalih yang senantiasa memohonkan ampun baginya” (HR. Al-Bazzar no.7289, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no.3449, dihasankan Al-Albani dalam Shahih At-Targhib no.2600).
Dan menyediakan mushaf untuk diwakafkan kepada masjid itu termasuk dalam makna “mewariskan mushaf” yang ada dalam hadits-hadits di atas.
Ketiga, mushaf al-Qur’an resmi cetakan Mujamma’ Malik Fahd di Madinah tentu saja tidak ada keutamaan khusus. Pahala membaca mushaf Madinah tersebut sama dengan membaca dari mushaf-mushaf yang lain.
Namun yang menjadi persoalan adalah, untuk mewakafkan di masjid An-Nabawi di Madinah atau Masjidil Haram di Makkah, pengurus kedua masjid tersebut mengharuskan mushaf al-Qur’an cetakan resmi Mujamma’ Malik Fahd di Madinah. Untuk alasan keseragaman, kerapian, dan keindahan. Adapun mushaf al-Qur’an cetakan yang lain akan dikeluarkan dari masjid An-Nabawi dan Masjidil Haram untuk kemudian disalurkan kepada masjid-masjid lainnya.
Dan tentu saja mewakafkan mushaf al-Qur’an di masjid An-Nabawi dan Masjidil Haram lebih besar kemungkinan pahalanya daripada masjid lain karena jutaan orang yang masuk ke sana setiap harinya. Sehingga manfaat dari mushaf yang diwakafkan lebih besar dan lebih langgeng dibanding wakaf di masjid yang sedikit jama’ahnya atau bahkan sepi jama’ah.
Oleh karena itu, siapa yang berkunjung ke masjid An-Nabawi dan Masjidil Haram, sangat dianjurkan untuk mewakafkan mushaf di sana untuk meraih pahala wakaf yang lebih besar dari segi manfaatnya.
Demikian juga, masjid dan tempat-tempat lainnya yang sangat-sangat membutuhkan mushaf al-Qur’an dan banyak orang yang akan membacanya, tentu ada keutamaan besar pula jika mewakafkan al-Qur’an ke tempat tersebut. Sehingga boleh saja jika seseorang memandang bahwa lebih maslahat untuk mewakafkan al-Qur’an ke tempat-tempat tersebut daripada ke masjid An-Nabawi dan Masjidil Haram. Semoga Allah balas dengan pahala yang berlipat ganda.
Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.
***
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/41693-adakah-keutamaan-khusus-mewakafkan-mushaf-di-madinah.html